Evakuasi Juliana: Saat Medan Lebih Sulit dari Respon dan Sistem Manajemen Keselamatan

Gunung Rinjani kembali menyimpan cerita pilu. Seorang pendaki asal Brasil, Juliana, ditemukan meninggal dunia setelah terjatuh di jalur ekstrem Torean. Peristiwa ini menyedot perhatian nasional dan internasional, bukan hanya karena sosok korban, tapi juga karena medan penyelamatan yang luar biasa sulit—dan sayangnya, tidak diimbangi oleh sistem manajemen keselamatan yang memadai.
Tapi di balik tragedi ini, ada secercah cahaya: perjuangan luar biasa dari para relawan dan tim SAR, terutama sosok Agam Rinjani, yang ikut turun langsung ke lokasi, mempertaruhkan nyawa untuk satu misi: mengevakuasi Juliana—apapun risikonya.
Bukan Sekadar Lambat, Tapi Medannya Gila
Banyak komentar bermunculan di media sosial, menyayangkan proses evakuasi yang dianggap lambat. Tapi faktanya, ini bukan soal kecepatan tim penyelamat. Ini soal kondisi medan yang luar biasa berat: batuan lepas, jurang sedalam 1.200 meter, kabut tebal, cuaca ekstrem, dan nyaris tanpa titik pijak aman.
“Kalau malam itu hujan, kami semua bisa mati,” kata Agam, yang ikut menggantung di tebing bersama tim selama 9 jam untuk menarik jenazah Juliana ke atas.
Evakuasi ini dilakukan di tebing vertikal, tanpa tenda, tanpa alas tidur, dan hanya mengandalkan tali sepanjang lebih dari 1.300 meter. Semua bergerak dengan perhitungan matang, dengan risiko yang nyaris mustahil dikelola tanpa niat dan nyali yang besar.
Relawan Bertaruh Nyawa, Sistem Belum Tanggap
Agam dan tim bukan pekerja pemerintah. Mereka relawan. Dan itulah realita yang ironis: bahwa keselamatan di gunung seringkali bergantung pada orang-orang yang secara sukarela bergerak karena hati dan kemanusiaan, bukan karena sistem yang rapi.
Agam bahkan mengaku kecewa. “Saya yakin Juliana masih hidup waktu jatuh. Tapi terlalu jauh dari Jakarta ke Lombok, dan tidak ada heli yang bisa langsung ke titik jatuh.”
Sementara itu, peralatan evakuasi yang seharusnya disiapkan sejak awal, justru terkesan belum terintegrasi. Padahal, Rinjani adalah salah satu ikon wisata alam Indonesia. Harusnya, sistem tanggap daruratnya juga sepadan dengan reputasinya.
Saat Evakuasi Jadi Tugas Bangsa
Evakuasi ini tak lagi soal satu nyawa. Ini jadi soal martabat bangsa. Komentar-komentar dari netizen Brasil dan Amerika Latin menyentil sistem rescue kita: lamban, tak profesional, tidak aman. Dan itu yang membakar semangat Agam.
“Saya bawa bendera Merah Putih ke atas. Bukan cuma evakuasi, tapi membela nama Indonesia,” katanya.
Bayangkan, seseorang dari Makassar, yang tinggal di kaki Gunung Rinjani, memilih naik ke tebing tanpa tahu apakah akan selamat, hanya karena dia tidak rela bangsa ini dipermalukan.
Momentum Perubahan: Jangan Sampai Terulang
Peristiwa ini harus jadi pelajaran besar. Sistem manajemen keselamatan di gunung harus dibenahi total. Agam sendiri mengusulkan program Mountain Rescue Rinjani, pelatihan untuk porter, pemandu, hingga edukasi pendaki tentang cara bertahan di medan ekstrem.
“Orang naik gunung itu untuk senang-senang, bukan untuk pulang tinggal nama,” ujar Agam.
Tragedi Juliana membuka mata kita semua. Medan memang sulit, tapi kita bisa membuat respon dan sistemnya lebih siap. Kita tidak bisa kendalikan alam, tapi kita bisa kendalikan kesiapan kita.
Jangan Biarkan Perjuangan Ini Sia-sia
Juliana memang tak selamat. Tapi perjuangan untuk menyelamatkannya adalah bentuk kemanusiaan yang layak dihormati. Kita tidak hanya butuh pahlawan seperti Agam, kita juga butuh sistem yang mendukung agar tak ada lagi nyawa hilang karena kelambanan birokrasi atau minimnya kesiapan.
Semoga ke depan, Rinjani tetap menjadi destinasi keindahan. Tapi bukan lagi dengan cerita duka. Melainkan cerita tentang wisata yang aman, terkelola, dan manusiawi—di mana siapa pun bisa naik gunung dan pulang membawa cerita, bukan ditangisi keluarga.
“Karena menyelamatkan satu nyawa adalah menyelamatkan kemanusiaan.”
Konversi Video Jadi Tulisan Menarik
Oleh Ahsantany, Pengelola Ahsantaweb.com.
Bagi rekan-rekan yang ingin videonya diubah menjadi tulisan menarik dan enak dibaca—baik untuk artikel, blog, atau media sosial—kami siap membantu.
Hubungi via WhatsApp