INDONESIA SEMAKIN GELAP GULITA

Indonesia saat ini berada di persimpangan jalan yang penuh tantangan. Ketidakpastian ekonomi, kebijakan yang kontradiktif, serta menurunnya daya beli masyarakat semakin memperparah situasi. Tahun 2025 diprediksi menjadi puncak dari berbagai masalah yang selama ini menumpuk, menciptakan kondisi yang semakin gelap.
Ketidakpastian Ekonomi dan Daya Beli yang Menurun
Salah satu indikasi utama dari krisis ini adalah terjadinya deflasi menjelang Ramadan 2024, sesuatu yang tidak biasa dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia. Biasanya, menjelang bulan suci, permintaan barang dan jasa meningkat. Namun, fakta bahwa deflasi tetap terjadi menunjukkan bahwa daya beli masyarakat semakin terpuruk.
Selain itu, angka pemutusan hubungan kerja (PHK) melonjak drastis. Dalam dua bulan pertama tahun 2024 saja, lebih dari 15.000 hingga 20.000 orang kehilangan pekerjaan, khususnya di sektor industri besar seperti Yamaha dan Mayora. Akibatnya, simpanan masyarakat di bank semakin menipis, memperkuat dampak negatif terhadap perekonomian nasional.
Kebijakan yang Membingungkan
Keputusan pemerintah juga menimbulkan tanda tanya besar. Di satu sisi, pemerintah membatalkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% yang semula direncanakan, namun di sisi lain tetap memberlakukan berbagai pungutan lain yang justru membebani masyarakat, seperti iuran BPJS Kesehatan dan Tapera. Kontradiksi dalam kebijakan ini hanya semakin menambah kebingungan masyarakat.
Selain itu, rencana pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang ditunda hingga Oktober 2025 semakin memperburuk situasi. Banyak dari mereka yang sudah mengeluarkan biaya untuk pindah kontrakan dan membeli kendaraan demi pekerjaan yang dijanjikan, namun kini harus menghadapi ketidakpastian.
Ancaman Krisis Keuangan dan Danantara
Salah satu kebijakan yang juga memicu keresahan adalah kehadiran Danantara, lembaga pengelola dana investasi yang menggunakan aset BUMN dan dana pihak ketiga sebagai jaminan. Para ekonom memperingatkan bahwa kebijakan ini dapat menciptakan risiko sistemik dalam industri keuangan. Jika proyek yang dibiayai oleh Danantara gagal, aset bank BUMN yang dijadikan jaminan bisa jatuh ke tangan kreditor, menyebabkan krisis keuangan yang lebih luas.
Ketidakpuasan Publik dan Ancaman Ketidakstabilan
Ketidakpuasan publik semakin meningkat. Demonstrasi oleh CPNS yang menuntut kepastian pengangkatan pekerjaan terjadi di berbagai daerah. Selain itu, indeks demokrasi Indonesia yang terus menurun serta meningkatnya korupsi di tingkat daerah menambah daftar panjang permasalahan yang dihadapi negeri ini.
Di sisi lain, anggaran yang seharusnya digunakan untuk program sosial malah dialihkan ke proyek-proyek yang dinilai tidak esensial, seperti pembangunan proyek gasifikasi batu bara yang dianggap terlalu mahal dan tidak ekonomis. Ironisnya, sementara bantuan sosial dikurangi, anggaran pertahanan dan kepolisian tetap mendapatkan prioritas.
Apa yang Harus Dilakukan?
Menghadapi situasi ini, masyarakat dihadapkan pada tiga langkah penting:
- Mengencangkan Ikat Pinggang – Mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan lebih selektif dalam menggunakan dana yang tersedia.
- Mencari Penghasilan Tambahan – Mengandalkan satu sumber pendapatan saja bisa berisiko. Oleh karena itu, mencari pekerjaan sampingan atau usaha tambahan menjadi strategi penting.
- Menghindari Utang Konsumtif – Di tengah kondisi yang tidak menentu, menghindari utang konsumtif adalah langkah bijak untuk menjaga kestabilan keuangan pribadi.
Tahun-tahun ke depan akan menjadi ujian berat bagi Indonesia. Jika tidak ada langkah serius untuk melakukan reformasi ekonomi dan kebijakan, negeri ini bisa semakin tenggelam dalam krisis. Masyarakat perlu bersiap menghadapi gelombang ketidakpastian dengan strategi bertahan yang lebih kuat.