Hary Tanoesoedibjo: Anak Nakal yang Menjadi Raja Media
Dulu, dia cuma anak bandel dari Surabaya. Sekarang? Namanya masuk daftar orang terkaya di Indonesia, pemilik jaringan televisi dan media raksasa, serta ketua partai politik yang ia dirikan sendiri. Inilah kisah Hary Tanoesoedibjo—atau yang akrab dipanggil Hary Tanoe—sang raja bisnis media di Indonesia.
“Nggak ada kata nggak bisa. Selama masih dalam kapasitas manusia, kita bisa lakukan—asal ada kemauan.” – Hary Tanoe
Dari Anak Nakal ke Ottawa, Kanada
Lahir pada 26 September 1965 di Surabaya, Hary kecil bukanlah tipe murid teladan. Ia tergolong bandel, malas, dan nyaris dikeluarkan dari sekolah. Tapi seiring waktu, terutama saat mendekati akhir masa sekolah, arah hidupnya mulai berubah. Ia mulai serius memikirkan masa depan.
Putra dari Ahmad Tanoesoedibjo, seorang pengusaha sukses dan sahabat Gus Dur, Hary punya darah dagang yang kental. Setelah lulus SMA, ia memilih menuntut ilmu di luar negeri. Tujuannya? Kanada. Di Carleton University, Ottawa, ia menyelesaikan program Bachelor of Commerce dan langsung tancap gas menyelesaikan gelar MBA hanya dalam setahun.
“Saat belajar di negeri orang, saya tahu satu hal: kalau mau sukses, kita nggak boleh santai-santai.”
Langkah Awal: Dari Investasi ke Medan Tempur Bisnis
Balik ke Indonesia tahun 1989, Hary yang baru berusia 24 tahun langsung tancap gas. Ia mendirikan PT Bhakti Investama, perusahaan yang bergerak di bidang investasi. Tak hanya duduk manis di belakang meja, ia aktif membeli perusahaan-perusahaan yang nyaris bangkrut, memperbaiki sistemnya, dan menjualnya kembali dengan nilai tinggi. Naluri bisnisnya tajam.
Krisis moneter 1998 yang membuat banyak orang patah arang, justru dianggap peluang oleh Hary. Di saat perusahaan-perusahaan besar tumbang, ia masuk lewat celah. Salah satu gebrakan terbesarnya adalah mengakuisisi PT Bimantara Citra Tbk—dulunya milik Bambang Trihatmodjo, anak Presiden Soeharto.
“Masalah itu kayak pintu yang setengah terbuka. Kita bisa lihat peluang dari celahnya, asal berani dorong.”
Merajai Media: Lahirnya MNC Group
Tahun 2002, momen penting dalam hidupnya. Ia mendirikan MNC Group dan mulai merambah industri media secara serius. Diawali dengan mengakuisisi RCTI, lalu disusul GlobalTV, MNCTV, hingga iNewsTV. Tak berhenti di situ, ia memperluas jaringan ke media cetak, radio, dan platform digital.
Kini, Hary Tanoe memegang kendali atas 16 stasiun TV, layanan TV berbayar seperti Indovision dan Top TV, hingga surat kabar nasional seperti Koran Sindo.
“Media itu bukan sekadar bisnis, tapi juga alat perubahan. Kita bisa bentuk opini, bangun budaya, bahkan menggerakkan bangsa.”
Tak Hanya Media: Keuangan, Properti, Hingga Politik
Di luar dunia media, gurita bisnis Hary menjangkau sektor keuangan (multifinance, asuransi, perbankan), properti (Plaza Indonesia, Grand Hyatt), hingga tambang dan pupuk. Ia juga mendirikan partainya sendiri—Partai Perindo—sebagai bentuk kontribusinya dalam membangun bangsa.
Hary adalah bukti hidup bahwa seorang “anak nakal” pun bisa jadi orang besar, asalkan tahu ke mana harus melangkah, berani ambil risiko, dan tak pernah berhenti belajar.
Harta Bukan Segalanya, Tapi Proses Itu Berarti
Dilansir dari Warta Ekonomi, Hary Tanoesoedibjo masuk dalam daftar 20 orang terkaya di Indonesia. Kekayaannya? Ditaksir mencapai 15 triliun rupiah. Tapi kalau kamu tanya ke dia, harta bukanlah puncak dari segalanya.
“Yang penting bukan berapa banyak yang kamu punya, tapi seberapa besar dampak yang kamu buat.”
Kalau kamu merasa hari ini belum cukup keren, belum cukup sukses, ingatlah satu hal: bahkan seorang Hary Tanoe pun memulai dari posisi yang penuh tantangan. Yang penting, jangan berhenti melangkah.