Ahsanta Web

Ahsanta WEb

Membangun Masa Depan Digital Anda Bersama Kami

Pelajaran dari China: Menjawab Disrupsi Global dengan Efisiensi dan Ketangguhan

Di tengah guncangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global, Tiongkok (China) menunjukkan diri sebagai aktor yang tangguh. Di saat negara-negara lain memilih jalur negosiasi menghadapi tekanan Amerika Serikat, China justru memilih jalan retaliasi. Mereka tak tunduk, tapi melawan dengan sistematis. Apa yang membuat China begitu percaya diri? Jawabannya sederhana namun fundamental: Mereka Telah Menyelesaikan Pekerjaan Rumahnya.

China Melawan Bukan karena Nekat, Tapi karena Siap

Presiden Donald Trump pernah menyombongkan diri bahwa sebagian besar negara lebih memilih negosiasi ketimbang melawan. Namun tidak dengan China. Ketika AS menaikkan tarif, China membalas. Ketika ekspornya dibatasi, China menyetop penjualan komponen penting bagi industri Amerika. Retaliasi ini bukan bentuk agresi, melainkan sinyal: China tidak bisa dipaksa tunduk. Ini terjadi karena negara itu telah mempersiapkan diri selama bertahun-tahun.

China sejak awal kepemimpinan Xi Jinping telah membangun strategi lepas dari ketergantungan terhadap pasar AS. Mereka melakukan diversifikasi pasar ke Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Eropa. Pelabuhan dibangun, teknologi dikembangkan, hubungan diplomatik diperkuat. Bahkan ketika banyak negara masih bergantung pada teknologi Amerika, China menciptakan sendiri alternatifnya. Huawei, mobil listrik, dan AI seperti DeepSeek adalah buktinya.

Efisiensi dan Investasi dalam SDM: Kunci Ketangguhan China

Salah satu pilar transformasi China adalah efisiensi. Mereka menciptakan sistem industri yang ramping, low-cost, tetapi tetap menghasilkan barang dengan kualitas bersaing. Pemerintah juga menampilkan budaya efisien: kunjungan luar negeri tidak diiringi rombongan besar, melainkan ditopang oleh diplomasi yang fokus dan terarah.

Di bidang pendidikan, China membuat lompatan luar biasa. Universitas-universitasnya masuk jajaran terbaik dunia. Tapi reformasi tidak berhenti di pendidikan tinggi. Sejak TK dan SD, anak-anak China dilatih tidak hanya secara kognitif, tetapi juga secara motorik dan keterampilan hidup. Hasilnya, tenaga kerja China bukan hanya terampil, tetapi juga tangguh secara mental dan fisik—kombinasi yang semakin langka dalam industri modern.

Global Trade Disruption: Disrupsi Perdagangan yang Mengguncang Dunia

Era Trump membawa angin proteksionisme yang memicu apa yang disebut sebagai global trade disruptions. Tidak seperti disrupsi teknologi yang terjadi karena inovasi, disrupsi perdagangan dipicu oleh kebijakan unilateral. Naiknya tarif, pembatasan ekspor-impor, dan strategi “Jurus Mabuk” Trump menabrak tatanan perdagangan global yang selama ini dibangun melalui mekanisme multilateral seperti WTO.

China tetap berdiri karena telah bersiap. Bahkan ketika dua pertiga ekspornya ke Amerika dikenakan tarif tinggi dan akses terhadap teknologi chip dibatasi, China tetap mampu bertahan. DeepSeek, AI buatan China, dibangun hanya dengan 1/10 biaya ChatGPT—menggunakan chip lama dan dikerjakan anak muda usia 21-29 tahun. Ini menunjukkan bahwa keterbatasan justru menjadi pemicu inovasi.

Pelajaran untuk Indonesia: PR yang Belum Selesai

Bandingkan dengan Indonesia. Kita masih berkutat dengan korupsi, premanisme, birokrasi yang berbelit, dan regulasi yang diskriminatif. Dunia usaha tak tumbuh karena tidak efisien, pendidikan belum fokus pada daya saing global, dan industri belum bersinergi dalam satu ekosistem yang solid.

Kita tidak bisa terus menyandarkan diri pada narasi dan pidato. Harus ada perubahan nyata. Negara-negara yang tidak menyelesaikan PR-nya akan tertinggal dalam disrupsi ini. Dan Indonesia bisa menjadi salah satunya jika tidak segera berbenah.

Kolaborasi Strategis dan Investasi dalam Diri Kaum Muda

Transformasi tidak bisa dilakukan sendiri. Kita butuh mitra strategis. Seperti Harita Group yang bekerja sama dengan perusahaan China untuk teknologi HPL, kolaborasi semacam ini harus diperluas ke sektor lain. Tetapi kita juga perlu memperkuat dari dalam. Kaum muda tidak cukup hanya cerdas, tapi juga harus tangguh. Pendidikan bukan hanya tentang otak, tapi juga tentang karakter dan daya tahan.

Menjadi Bangsa Relevan di Tengah Dunia yang Bergejolak

China hari ini tidak sempurna, tapi mereka relevan. Mereka relevan karena tidak membiarkan dunia mengatur nasib mereka. Mereka menyusun strategi, menyelesaikan PR-nya, dan membangun fondasi kekuatan yang berlapis: ekonomi, teknologi, diplomasi, hingga budaya. Indonesia bisa seperti itu. Tapi syaratnya jelas: berhenti bicara, mulai bekerja. Karena masa depan hanya akan berpihak pada bangsa yang siap.

https://ahsantaweb.com

Leave a Reply