Ahsanta Web

Ahsanta WEb

Membangun Masa Depan Digital Anda Bersama Kami

Lelucon, Bahasa Tubuh, dan Gerakan Tangan: Saat Humor Italia Bertemu Selera Indonesia (11)

Oleh Redaksi Ahsantaweb

Chris adalah komedian Italia yang kini dikenal luas di Indonesia. Tapi keberhasilannya di atas panggung bukan hanya karena ia lucu—melainkan karena ia paham bagaimana budaya bekerja di balik tawa. Salah satu kuncinya: mengamati gerakan tubuh dan kebiasaan lokal, lalu menjadikannya bahan humor yang cerdas dan relevan.

Sebagai orang Italia, Chris terbiasa mengekspresikan diri lewat bahasa tubuh. Ia menyadari bahwa orang Indonesia juga punya banyak gestur khas, seperti gerakan tangan saat melintas di depan orang tua sebagai bentuk penghormatan. Dalam penampilan stand-up-nya, Chris menyebut gestur ini sebagai “jurus pahlawan super yang membuat orang tidak terlihat.” Penonton pun langsung tertawa karena mereka merasa “tercermin”—lelucon itu akrab, tapi disampaikan dari sudut pandang orang luar yang justru membuatnya segar.

Lebih dari sekadar lucu, gaya Chris menciptakan kedekatan kultural. Ia tidak sekadar melempar lelucon generik, tapi masuk ke dalam cara berpikir dan kebiasaan lokal, lalu membongkarnya dengan gaya khas Eropa yang blak-blakan namun hangat.

Chris juga menggunakan perbedaan persepsi bahasa dan nama sebagai materi panggung. Ia bercanda tentang bagaimana namanya, Christian, sering disingkat oleh orang Indonesia menjadi “kafir”—yang dalam konteks bercanda justru mengundang tawa. Lelucon ini viral karena menunjukkan bagaimana bahasa bisa menjembatani, bukan memisahkan.

Dalam satu segmen lainnya, ia menyentil betapa “ajaib”-nya masyarakat Indonesia dalam menggabungkan sopan santun ekstrem di dunia nyata dengan keberanian brutal saat online—sebuah ironi budaya yang ia sampaikan dengan ringan, namun tajam.

Humor Chris bekerja karena ia menyadari bahwa komedi bukan tentang menjatuhkan orang lain, tapi tentang membaca kebiasaan sehari-hari lalu menghadirkannya dengan cara baru. Ia tahu batas—dan justru karena itu, ia diterima dengan tangan terbuka oleh publik Indonesia.

“Di sini saya belajar, kadang satu gerakan tangan bisa lebih lucu daripada satu paragraf lelucon,” ujarnya.

Di tengah dunia yang semakin cepat dan terpolarisasi, humor lintas budaya seperti yang dibawakan Chris menjadi jembatan—antara bahasa, kebiasaan, dan cara pandang. Dan dari panggung-panggung kecil di Bali, ia membuktikan bahwa tawa adalah bahasa universal yang menyatukan.

https://ahsantaweb.com

Leave a Reply